Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Leslie Koh

Ketika Semua Terasa Hilang

Hanya dalam waktu 6 bulan, hidup Gerald berantakan. Krisis ekonomi membuat bisnisnya bangkrut dan merenggut hartanya, lalu kecelakaan tragis merenggut nyawa anak lelakinya. Karena sangat terguncang, ibunya terkena serangan jantung dan meninggal, istrinya menjadi depresi, dan kedua putrinya begitu sedih hingga menolak untuk dihibur. Yang bisa ia lakukan hanyalah menggemakan seruan pemazmur, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?”(mzm. 22:2).

Adakah Kau di Sana?

Ketika istrinya tertular penyakit yang berpotensi menyebabkan kematian, Michael berharap istrinya mengalami damai sejahtera seperti yang ia alami lewat hubungan pribadinya dengan Allah. Ia sudah pernah menceritakan tentang imannya kepada sang istri, tetapi istrinya tidak tertarik. Suatu hari, ketika sedang berjalan melewati sebuah toko buku, ada judul buku menarik perhatiannya: Allah, Adakah Kau di Sana? Karena tidak yakin pada reaksi istrinya bila diberi buku tersebut, Michael beberapa kali keluar-masuk toko itu sebelum kemudian membelinya juga. Ia cukup terkejut ketika istrinya mau menerima buku tersebut.

Maksud dari Penderitaan?

Ketika Siu Fen menerima kabar bahwa dirinya mengalami gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah seumur hidup, rasanya ia ingin menyerah saja. Sebagai pensiunan yang hidup melajang, ia merasa tidak ada gunanya lagi hidup. Namun, teman-teman meyakinkannya untuk bertahan dan melakukan cuci darah, serta terus percaya bahwa Tuhan akan menolongnya.

Kabar Baik!

Saya membaca kisah yang begitu menyentuh dalam sebuah artikel singkat di surat kabar. Setelah mengikuti program pembinaan iman tentang cara mempererat ikatan keluarga, sekelompok narapidana memperoleh kesempatan langka. Mereka diizinkan menerima kunjungan terbuka dari keluarga mereka. Ada sejumlah narapidana yang bertahun-tahun belum pernah bertemu dengan anak-anak mereka. Kali ini, mereka tidak hanya berbicara melalui pembatas kaca, melainkan boleh bersentuhan dan berpelukan dengan keluarga yang mereka kasihi. Air mata pun mengalir ketika hubungan dalam keluarga para narapidana itu bertambah erat dan mengalami pemulihan.

Pekerjaan Baik Telah Dipersiapkan

Seorang pria asing bertubuh kekar menghampiri saya dan istri saat kami berjalan kaki di luar negeri. Kami pun langsung ketakutan, mengingat dalam liburan itu kami sudah beberapa kali mengalami perlakuan tidak menyenangkan: dibentak, ditipu, dan diperas orang. Akankah kami mengalami peristiwa buruk lagi? Kami terkejut ketika ternyata orang itu hanya ingin memberi tahu tempat terindah di kotanya. Ia bahkan memberi kami sebatang cokelat, tersenyum, lalu pergi. Tindakan sederhana itu membuat hati kami ceria dan sisa liburan kami terasa menyenangkan. Kami pun berterima kasih—kepada orang tersebut sekaligus Allah yang telah menghibur kami.

Saat Allah Berkata “Tidak”

Ketika masuk wajib militer pada usia delapan belas tahun, sebagaimana diwajibkan atas semua pemuda Singapura, saya sungguh berdoa agar mendapat penempatan yang mudah, seperti posisi administrasi atau sopir. Karena fisik yang tidak terlalu kuat, saya ingin terhindar dari kerasnya latihan tempur. Namun, suatu malam sewaktu membaca Alkitab, ada satu ayat yang menarik perhatian saya: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu. . . ” (2kor. 12:9).

Kasih Ibu

Ketika orangtua Sue bercerai saat ia masih kecil, urusan hukum mengenai hak asuh dan hal-hal lainnya membuat Sue harus dikirim ke panti asuhan untuk sementara waktu. Karena sering diintimidasi oleh anak-anak yang lebih besar, Sue merasa kesepian dan terabaikan. Ibunya hanya mengunjunginya sekali sebulan, dan ia jarang bertemu ayahnya. Namun, bertahun-tahun kemudian, Sue baru tahu dari cerita sang ibu bahwa ternyata peraturan panti asuhan melarangnya berkunjung lebih dari sekali sebulan. Meski demikian, ibunya selalu berdiri di depan pagar panti itu setiap hari, dengan harapan dapat sekilas melihat putrinya. “Kadang-kadang,” ia berkata, “Aku hanya bisa melihatmu bermain di taman, untuk memastikan bahwa kamu baik-baik saja.”

Terus Membangun!

Saat terbuka peluang untuk menduduki posisi baru di kantor, Simon meyakini itu sebagai berkat dari Tuhan. Setelah mendoakan keputusan itu dan mencari nasihat, ia merasa bahwa Tuhan sedang memberikan kesempatan itu agar ia dapat memikul tanggung jawab yang lebih besar. Semua berjalan lancar dan atasannya mendukung keputusannya. Namun kemudian keadaan berubah. Ada sejumlah rekan kerja Simon yang tidak menyukai promosi yang diterimanya dan menolak bekerja sama. Simon mulai berpikir apakah sebaiknya ia mundur saja.

Selalu Diterima

Setelah bertahun-tahun bergumul dengan studinya, Angie akhirnya dipindahkan oleh orangtuanya dari sekolah dasarnya yang elite ke sekolah “normal”. Di dunia pendidikan Singapura yang sangat kompetitif, ketika prospek masa depan seseorang dapat meningkat dengan menjadi siswa di sekolah yang “bagus”, banyak orang akan melihat pengalaman Angie itu sebagai suatu kegagalan.